1
. SEBAGAI CITRA ALLAH SAYA DAN SESAMA ADLAH SAUDARA
Kita
adalah sama-sama citra Allah. Namun, betapa sering kita saling menciderai satu
sama lain, sehingga citra Allah di dalam diri kita sungguh dilukai. Pasti ada
banyak alasan mengapa timbul sikap-sikap seperti diskriminatif dan fanatisme
agama, etnis, dan sosial.
Alasan
pertama adalah kebodohan,kekurangpahaman, dan kepicikan.
Jika
kita kurang atau tidak paham tentang agama kita sendiri dan agama orang lain,
maka mudah sekali menimbulkan sikap apriori, menolak, mendiskreditkan, dan
mendiskriminasikan agama serta keyakinan orang lain. Kita bersikap fanatik menolak. Demikian juga, kebodohan dan kepicikan kita
tentang kebudayaan, adat istiadat, dan falsafah suku sendiri atau suku orang
lain, dapat membuat kita mudah bersikap fanatik suku secara buta. Kalau
seorang pengusaha tahu dan mengenal kebutuhan serta persoalan para buruhnya,
dan buruh tahu persoalan yang dihadapi bosnya, mungkin ketegangan sosial antara
kedua belah pihak dapat sedikit diredam.
Orang-orang yang sungguh cerdas
dan bijaksanan
tidak
akan bersikap fanatik dan disriminatif. Sikap fanatik dan diskriminatif akan selalu
hinggap pada orang-orang yang picik, yang pengetahuannya sangat kurang atau
setengah-setengah saja.
Alasan
kedua adalah perasaan terancam
Orang-orang
atau golongan yang merasa terancam akan cenderung bersikap fanatik. Isu
Kristenisasi atau Islamisasi dapat membuat orang Islam atau Kristen bersikap
fanatik. Isu pengangkatan pegawai orang asli dan orang
luar (pendatang) dapat memunculkan sikap fanatik suku/etnis dari kedua belah
pihak. Demikian juga, isu pengangkatan pegawai orang asli dan orang luar
(pendatang) dapat memunculkan sikap fanatik suku/etnis dari kedua belah pihak.
Ada beberapa jalan keluar
yang dapat didialogkan untuk mengatasi sikap diskriminatif dan fanatik, antara
lain:
- Bersikap dan
berperilaku moderat, yakni menjauhkan diri dari sikap yang berlebihan dan
sikap ekstrem. Bersikap di tengah-tengah selalu aman. Kata orang kebenaran selalu berada di
tengahnya.
- Berpola pikir
pluralis, yakni bersikap terbuka atau inklusif di tengah situasi majemuk.
- Tidak mudah
menghakimi, yakni lebih mawas diri atau mengoreksi diri sendiri. Kita tidak boleh menghakimi
orang
lain, serahkan penghakiman itu pada Allah.
Menghakimi adalah hak Allah, Ia
hakim yang adil. Suara hati kita sering masih lemah, kurang jernih. Seperti
Yesus katakan: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang
melempar batu kepada
- perempuan itu” (Yoh
8:8). Jangan menganggap diri suci, orang lain berdosa (bdk. Luk
18:9-14).
- Membuka
pilihan-pilihan yang kompromistik tanpa mengorbankan prinsip. Cari jalan
“win-win solution”. Atau “Non violent conflict solution” harus terus
diupayakan.
- Keteladanan para orang
tua. Banyak fanatisme dan kekerasan merebak di dalam keluarga karena
disulut oleh sikap ayah dan ibu.
Kita
harus bersikap toleran terhadap sesama yang beragama lain, bersuku lain, dan
berstatus sosial lain tentunya ada alasan mendasarnya, yakni:
Kesetaraan
Martabat
- Setiap orang memiliki
kesetaraan martabat dan hak asasi di hadapan.
- Allah. Manusia
diciptakan sebagai “citra Allah” (Kej 1:27).
- Manusia adalah gambar
Allah yang tak kelihatan (Kol 1:15)
- Manusia dipanggil
untuk menjadi “anak Allah” (1Yoh 3:1-2).
- Setiap orang
diciptakan sebaagi pribadi yang diberi akal budi, kebebasan, hati nurani,
dan dituntut untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
- Setiap orang memiliki
hak untuk kelangsungan hidup, mendapatkan kehidupan yang layak, tempat
tinggal
- yang nyaman, dan
pelayanan kesehatan yang memadai. Hak untuk tumbuh dan berkembang secara
penuh, memperoleh pendidikan dan cinta kasih. Hak untuk mendapatkan
perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan seksual, diskriminasi, dan
tindakan sewenang-wenang; hak untuk berpartisipasi dalam keluarga,
kebudayaan, dan kehidupan sosial.
Pluralitas
atau kemajemukan adalah suatu kenyataan
- Banyak anggota tetapi
satu tubuh. Berbeda talenta, kurnia, dan panggilan, tetapi satu rekan
sekerja Allah (1Kor 1:10;3:12-14; Rm 12).
- Orang harus menerima
realitas kehidupan ini yang plural/majemuk dan berbeda satu sama lain.
- Perbedaan dapat
melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain.
Adanya perbedaan
- Hendaknya kita suka
mengampuni orang lain, sebagaimana Kristus telah mengampuni kita (Mat
7:1-5; Luk 6:37-42).
- Adanya perbedaan dapat
membantu orang untuk mawas diri; mengenal kekurangan dan kelebihan diri
sendiri dan orang lain; mengenal identitas diri dan orang lain; dan tidak
mudah untuk menghakimi atau mengadili orang lain.
- Menyerahkan
penghakiman pada Allah.
Hukum
cinta kasih
- Hukum cinta kasih:
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri (Mat 22:34-40; Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28).
- Kisah tentang orang
Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37).
- Hukum cinta kasih
adalah dasar utama sikap toleran kepada sesama.
- Cinta berarti menerima
orang lain apa adanya sesuai dengan identitasnya yang berbeda.
- Yesus mengajar kita
untuk mencintai semua orang, bahkan orang yang memusuhi kita (Luk 6:27-36)
2 . KEPRIAAN DAN KEWANITAAN
Antara pria dan wanita ada perbedaan yang mencolok pada rambut, mata, pipi, mulut, leher dsb. Pada remaja putrid terlihat lebih halus sedangkan remaja pria terlihat lebih kekar. Perbedaan yang mendasar pria dan wanita adalah pada organ kelamin.
Perbedaan antara pria dan wanita dari segi psikologis
Perbedaan cara berfikir. cara berfikir wanita lebih intuitif dan konkret, sedangkan cara pria lebih objektif, teoritis dan abstrak. Wanita lebih berfikir hal-hal yang kecil dan bersifat sehari-hari, sedangkan pria lebih senang pada pikiran global dan jangkauannya jauh. Wanita senang pada hal-hal kecil seperti make up, bunga, pacar dsb. sedangkan pria berfikir global dan jauh di masa depan, cita-cita, karier, dsb. Pikiran wanita lebih terarah hal-hal yang diluar dirinya, ia akan mengingat orang tuanya, adiknya, pacarnya, dsb. sedangkan pria lebih bersifat egosentris. Jika mengingat pacar, mungkin saja demi kepuasannya.
Perbedaan perasaan. Perasaan wanita agak mudah bergetar, sedangkan pria lebih dapat terkendali. Pria lebih dapat melupakan perasaannya karena gaya berfikirnya yang objektif, pria dapat membendung perasaannya karena gaya berfikirnya yang objektif.
Pria mudah sekali jatuh cinta sekali pandang, tetapi mudah juga melupakannya. Perbedaan Sikap dan tindakan. Umumnya pria itu lebih bersikap agresif, berbuat dan membangun. sedangkan wanita pada umumnya bersifat pasif, menerima dan memelihara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar