Senin, 28 November 2016

manusia sebagai citra Allah


1 . SEBAGAI CITRA ALLAH SAYA DAN SESAMA ADLAH SAUDARA

Kita adalah sama-sama citra Allah. Namun, betapa sering kita saling menciderai satu sama lain, sehingga citra Allah di dalam diri kita sungguh dilukai. Pasti ada banyak alasan mengapa timbul sikap-sikap seperti diskriminatif dan fanatisme agama, etnis, dan sosial.

Alasan pertama adalah kebodohan,kekurangpahaman, dan kepicikan.
Jika kita kurang atau tidak paham tentang agama kita sendiri dan agama orang lain, maka mudah sekali menimbulkan sikap apriori, menolak, mendiskreditkan, dan mendiskriminasikan agama serta keyakinan orang lain.  Kita bersikap fanatik menolak.   Demikian juga, kebodohan dan kepicikan kita tentang kebudayaan, adat istiadat, dan falsafah suku sendiri atau suku orang lain, dapat membuat kita mudah bersikap fanatik suku secara buta.   Kalau seorang pengusaha tahu dan mengenal kebutuhan serta persoalan para buruhnya, dan buruh tahu persoalan yang dihadapi bosnya, mungkin ketegangan sosial antara kedua belah pihak dapat sedikit diredam.   Orang-orang yang sungguh cerdas dan bijaksanan

tidak akan bersikap fanatik dan disriminatif.    Sikap fanatik dan diskriminatif akan selalu hinggap pada orang-orang yang picik, yang pengetahuannya sangat kurang atau setengah-setengah saja.

Alasan kedua adalah perasaan terancam
Orang-orang atau golongan yang merasa terancam akan cenderung bersikap fanatik.   Isu Kristenisasi atau Islamisasi dapat membuat orang Islam atau Kristen bersikap fanatik.   Isu pengangkatan pegawai orang asli dan orang luar (pendatang) dapat memunculkan sikap fanatik suku/etnis dari kedua belah pihak. Demikian juga, isu pengangkatan pegawai orang asli dan orang luar (pendatang) dapat memunculkan sikap fanatik suku/etnis dari kedua belah pihak.
Ada beberapa jalan keluar yang dapat didialogkan untuk mengatasi sikap diskriminatif dan fanatik, antara lain:
  • Bersikap dan berperilaku moderat, yakni menjauhkan diri dari sikap yang berlebihan dan sikap ekstrem. Bersikap di tengah-tengah selalu aman.   Kata orang kebenaran selalu berada di tengahnya.
  • Berpola pikir pluralis, yakni bersikap terbuka atau inklusif di tengah situasi majemuk.
  • Tidak mudah menghakimi, yakni lebih mawas diri atau mengoreksi diri sendiri.   Kita tidak boleh menghakimi

orang lain, serahkan penghakiman itu pada Allah.   Menghakimi adalah hak Allah, Ia hakim yang adil. Suara hati kita sering masih lemah, kurang jernih. Seperti Yesus katakan: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang melempar batu kepada

  • perempuan itu” (Yoh 8:8). Jangan menganggap diri suci, orang lain berdosa (bdk. Luk 18:9-14).
  • Membuka pilihan-pilihan yang kompromistik tanpa mengorbankan prinsip. Cari jalan “win-win solution”. Atau “Non violent conflict solution” harus terus diupayakan.
  • Keteladanan para orang tua. Banyak fanatisme dan kekerasan merebak di dalam keluarga karena disulut oleh sikap ayah dan ibu.
Kita harus bersikap toleran terhadap sesama yang beragama lain, bersuku lain, dan berstatus sosial lain tentunya ada alasan mendasarnya, yakni:
Kesetaraan Martabat
  • Setiap orang memiliki kesetaraan martabat dan hak asasi di hadapan.
  • Allah. Manusia diciptakan sebagai “citra Allah” (Kej 1:27).
  • Manusia adalah gambar Allah yang tak kelihatan (Kol 1:15)

  • Manusia dipanggil untuk menjadi “anak Allah” (1Yoh 3:1-2).
  • Setiap orang diciptakan sebaagi pribadi yang diberi akal budi, kebebasan, hati nurani, dan dituntut untuk bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.
  • Setiap orang memiliki hak untuk kelangsungan hidup, mendapatkan kehidupan yang layak, tempat tinggal
  • yang nyaman, dan pelayanan kesehatan yang memadai. Hak untuk tumbuh dan berkembang secara penuh, memperoleh pendidikan dan cinta kasih. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi ekonomi dan seksual, diskriminasi, dan tindakan sewenang-wenang; hak untuk berpartisipasi dalam keluarga, kebudayaan, dan kehidupan sosial.

Pluralitas atau kemajemukan adalah suatu kenyataan

  • Banyak anggota tetapi satu tubuh. Berbeda talenta, kurnia, dan panggilan, tetapi satu rekan sekerja Allah (1Kor 1:10;3:12-14; Rm 12).
  • Orang harus menerima realitas kehidupan ini yang plural/majemuk dan berbeda satu sama lain.
  • Perbedaan dapat melengkapi dan menyempurnakan satu sama lain.


Adanya perbedaan
  • Hendaknya kita suka mengampuni orang lain, sebagaimana Kristus telah mengampuni kita (Mat 7:1-5; Luk 6:37-42).
  • Adanya perbedaan dapat membantu orang untuk mawas diri; mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri dan orang lain; mengenal identitas diri dan orang lain; dan tidak mudah untuk menghakimi atau mengadili orang lain.
  • Menyerahkan penghakiman pada Allah.

Hukum cinta kasih
  • Hukum cinta kasih: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22:34-40; Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28).
  • Kisah tentang orang Samaria yang baik hati (Luk 10:25-37).
  • Hukum cinta kasih adalah dasar utama sikap toleran kepada sesama.
  • Cinta berarti menerima orang lain apa adanya sesuai dengan identitasnya yang berbeda.
  • Yesus mengajar kita untuk mencintai semua orang, bahkan orang yang memusuhi kita (Luk 6:27-36)

2 . KEPRIAAN DAN KEWANITAAN

 Antara pria dan wanita ada perbedaan yang mencolok pada rambut, mata, pipi, mulut, leher dsb.     Pada remaja putrid terlihat lebih halus sedangkan remaja pria terlihat lebih kekar. Perbedaan yang mendasar pria dan wanita adalah pada organ kelamin.
 Perbedaan antara pria dan wanita dari segi psikologis
Perbedaan cara berfikir. cara berfikir wanita lebih intuitif dan konkret, sedangkan cara pria lebih objektif, teoritis dan abstrak. Wanita lebih berfikir hal-hal yang kecil dan bersifat sehari-hari, sedangkan pria lebih senang pada pikiran global dan jangkauannya jauh. Wanita senang pada hal-hal kecil seperti make up, bunga, pacar dsb. sedangkan pria berfikir global dan jauh di masa depan, cita-cita, karier, dsb. Pikiran wanita lebih terarah hal-hal yang diluar dirinya, ia akan mengingat orang tuanya, adiknya, pacarnya, dsb. sedangkan pria lebih bersifat egosentris. Jika mengingat pacar, mungkin saja demi kepuasannya.


Perbedaan perasaan. Perasaan wanita agak mudah bergetar, sedangkan pria lebih dapat terkendali. Pria lebih dapat melupakan perasaannya karena gaya berfikirnya yang objektif, pria dapat membendung perasaannya karena gaya berfikirnya yang objektif.

Pria mudah sekali jatuh cinta sekali pandang, tetapi mudah juga melupakannya. Perbedaan Sikap dan tindakan. Umumnya pria itu lebih bersikap agresif, berbuat dan membangun. sedangkan wanita pada umumnya bersifat pasif, menerima dan memelihara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar